UNTUK DAERAH LAIN


حزب التحرير

Friday, November 21, 2008

Nasihat Perkawinan

.
"Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada suatu masalahpun, dalam kehidupan ini, yang tidak
dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai
Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam,
agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam."



Dalam
masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari
mulai bagaimana
mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam
menuntunnya. Begitupula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah
pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak
melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam,
begitupula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan
pesona. Islam mengajarkannya.


Nikah merupakan jalan yang paling
bermanfa’at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga
kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya
dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah,
mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.


Nikah
merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam
diri manusia, demi
mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari
persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan
keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin
semarak.



Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa
mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung
nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi
masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang
berkepanjangan dan melelahkan.
Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran
sebuah pernikahan ..? Na’udzu billahi min dzalik.
Wallahu musta’an.



MUQADIMAH



Persoalan
perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk
dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan
hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga
yang luhur dan sentral yaitu rumah
tangga. Luhur, karena lembaga ini
merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai
ahlaq yang luhur dan sentral.



Karena lembaga itu memang
merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak
mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di
bumi ini. Menurut Islam Bani Adamlah yang memperoleh kehormatan untuk
memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman
Allah Ta’ala.



“Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman
: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
(Al-Baqarah :
30).



Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan
sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah
(perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci
(MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaiman firman Allah Ta’ala.

“Artinya
: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah
bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
(An-Nisaa’ : 21).

Karena itu, diharapkan semua pihak yang
terlibat di dalamnya, khusunya suami istri, memelihara dan menjaganya
secara sunguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.



Agama Islam
telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan
perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang
ideal, melakukan khitbah (peminangan) , bagaimana mendidik anak, serta
memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam
rumah tangga, sampai
dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara
rinci dan detail.



Selanjutnya untuk memahami konsep Islam
tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus
Shalih -pen), dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang
aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran
nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.



Tentu saja
tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya
beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia,
Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan
Dalam Perkawinan.



PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN



Agama
Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok
dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh
manusia
menghadapkan diri ke agama fithrah agar idak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fitrahnya.



Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu
Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah
insaniyah (naluri kemanusiaan) . Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan
jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan
syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta’ala.

“Artinya
: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).



A. Islam Menganjurkan Nikah



Islam
telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagi satu-satunya sarana untuk
memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang
Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :



“Artinya : Barangsiapa menikah,
maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist
Riwayat Thabrani dan Hakim).



B. Islam Tidak Menyukai Membujang



Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang
keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu
‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang
keras”. Dan beliau bersabda


:

“Artinya : Nikahilah perempuan
yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan
banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits
Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).



Pernah suatu
ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian
setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan
mereka. Salah seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :



“Artinya
: Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan
tetapi aku berpuasa dan aku
berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan
aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai
sunnahku, maka ia tidak termasuk golongannku”. (Hadits Riwayat Bukhari
dan Muslim).



Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan
mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang.
Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu
kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan
tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang
pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri
sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab”.



Orang
yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka
membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian
semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam
pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan
mereka dapat
diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama
kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu
kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.



Jadi orang
yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu
sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka
itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagian hidup, baik
kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya,
namun mereka miskin dari karunia Allah.


Islam menolak sistem
ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah
kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat
Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi mahluknya. Sikap enggan membina
rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh),
karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di
alam rahim, dan manusia
tidak bisa menteorikan rezeki yang
diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri
gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.



Perkataan
ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat
Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah
memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan
membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu
pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya :



“Artinya
: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui”. (An-Nur : 32).



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan
sabdanya
:

“Artinya
: Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu
seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya
supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara
kehormatannya” . (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu
Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah
radliyallahu ‘anhu).



Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang,
serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.



Ibnu
Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh
hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui
Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus
hal. 20).



TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM



1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi


Di
tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan
adalah
fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang
amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.



2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur


Sasaran
utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah
untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang
telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam
memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif
untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara
kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).



3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami


Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq
(perceraian) , jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat berikut :



“Artinya
: Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang bail. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran
yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al-Baqarah :
229).



Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at
Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduany sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat
Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :


“Artinya : Kemudian jika si
suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali,
jiak keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
diternagkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-Baqarah :
230).


Jadi
tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari’at islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari’at ISlam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim
dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang
ideal :



a. Harus Kafa’ah.

b. Shalihah.



a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam


Pengaruh
materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman
sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari
calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan
agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan)
hanya diukur lewat materi saja.


Menurut Islam, Kafa’ah atau
kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat
penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu,
maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa
Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan
kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, status sosial ,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik
itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan
dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujurat : 13).



“Artinya
: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang
paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (Al-Hujurat : 13).



Dan mereka tetap
sekufu’ dan
tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib
bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis
dan mempertahanakan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :



“Artinya : Wanita dikawini
karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena
agamanya (ke-Islamannya) , sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan
celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).



b. Memilih Yang Shalihah


Orang
yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihan dan wanita harus
memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah
ialah :



“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada
Allah lagi memelihara diri bila suami
tidak ada, sebagaimana Allah
telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).


Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang
shalihah ialah :

“Ta’at
kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh
auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita
jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang
bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada
suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.


Bila
kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan
terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat
melahirkan generasi penerus umat.



4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.

Menurut
konsep Islam, hidup sepenunya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah
salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping
ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



“Artinya
: Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !.
Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya :
“Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami)
bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? “Jawab
para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim
3:82, Ahmad
5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).


5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.


Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam, Allah berfirman :


“Artinya
: Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri
dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl :
72).



Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya
sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi
yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada
Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan
dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena
banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak
Islami.
Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq
Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami
istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan
anak-anaknya ke jalan yang benar.


Tentang tujuan perkawinan dalam
Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai
salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar
yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan
eksistensi umat Islam.



TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM

Islam
telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan
berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman
para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan
jelaskan seperlunya :


1. Khitbah (Peminangan)


Seorang
muslim yang akan mengawini
seorang muslimah hendaknya ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang di pinang oleh orang
lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang
sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah
disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).



2. Aqad Nikah


Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :


a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.


b. Adanya Ijab Qabul.


c. Adanya Mahar.


d. Adanya Wali.


e. Adanya Saksi-saksi.


Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang
dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.



3. Walimah


Walimatul
‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam
walimah hendaknya diundang orang-orang
miskin. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja
berarti makanan itu sejelk-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya
: Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan oran-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan
walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih
Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).


Sebagai
catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik
kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
:

“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang
mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”.
(Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38
dari Abu
Sa’id Al-Khudri).


SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB
DIHINDARKAN/ DIHILANGKAN.



1. PACARAN


Kebanyakan
orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran” terlebih
dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu,
atau masa penjajakan atau di anggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih
terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian
melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk menganggap masa
berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan
seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran
sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang
berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh
menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at
Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya
:
Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang
perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits
Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).


Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya
haram.



2. Tukar Cincin.


Dalam
peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini
bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, nashiruddin Al-Bani)



3. Menuntut Mahar Yang Tinggi.


Menurut
Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit
atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar
mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita
teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar
wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah.
(Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).



4.Mengikuti Upacara

Adat.

Ajaran
dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara,
upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib
untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu
meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga
sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih
telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis…!. Kepada
mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan
konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Artinya
: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”.
(Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan,
dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh
Allah dan kelak di Akhirat mereka
akan menjadi orang-orang yang merugi,
sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Artinya : Barangsiapa yang
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).


5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah.


Kaum
jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika
mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin
(=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.


Dari
Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari
Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’
Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata :
“Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu
‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya
:”Lalu
apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?”. ‘Aqil menjelaskan :

“Ucapkanlah
: Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (= Mudah-mudahan Allah memberi
kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah
ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
(Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i, Ibnu
Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).


Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada
seorang mempelai ialah :

“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii
khoir”


Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

‘Artinya
: Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika
mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do’a :
(Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a baiynakuma
fii khoir) =
Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah
mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu
berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi,
Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).



6. Adanya Ikhtilath.


Ikhtilath
adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang
memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita.
Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah,
sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya.



7. Pelanggaran Lain.


Pelanggaran- pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik
yang hingar bingar.



KHATIMAH


Rumah
tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang
diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah
(kasih sayang), Allah berfirman
:

“Artinya : Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia
(juga) telah menjadikan di antaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum : 21).



Dalam
rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya
serta memahami tugas dan fungsiya masing-masing yang harus dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab.



Sehingga upaya untuk mewujudkan
perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat
terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas
dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu
mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang
sedianya
hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut”
perselisihan dan percekcokan.


Bila sudah diupayakan untuk damai
sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35,
tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu
“perceraian”.



Marilah kita berupaya untuk melakasanakan
perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta
kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat
yang bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran
yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala(Ali-Imran : 19).

“Artinya
: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan
yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang
yang bertaqwa”. (Al-Furqan : 740.



Amiin.



Wallahu a’alam bish shawab.

sumber : Yazid bin Abdul Qadir
Jawas

------------ --------- ------
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian
itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

No comments: