UNTUK DAERAH LAIN


حزب التحرير

Wednesday, June 11, 2008

BBM dan Kursi Istana

Harga minyak dunia terus melambung. Jika harga bahan bakar minyak (BBM) tak dinaikkan, anggaran pemerintah bakal jebol. Pembangunan di banyak bidang macet. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih melanggar janjinya.



Lalu, terbit pengumuman bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) akan dinaikkan. Padahal, Pemilu 2009 tak lama lagi. Yudhoyono bersiteguh. Ia bercerita, ada pihak yang menyarankan agar kenaikan BBM dilakukan setelah pemilihan presiden. "Kalau itu yang menjadi pertimbangan, salah. Berdosa saya, berarti hanya mementingkan diri sendiri," kata Presiden.



Keputusan menaikkan harga BBM diperkirakan bakal membikin Yudhoyono harus bekerja lebih keras jika masih ingin berkuasa. Sejauh ini, memang sejumlah survei menyebut anak Pacitan, Jawa Timur, itu masih tokoh terpopuler untuk menjadi Presiden RI 2009-2014.



Bisa dipastikan, lawan-lawan politik akan memanfaatkan isu ini untuk menghantamnya. Mereka bakal menuding pencabutan subsidi BBM adalah bukti otentik bahwa Yudhoyono tidak pro-rakyat, pengikut neoliberalisme. Ingat, politik adalah juga seni menemukan dan mengkampanyekan kelemahan lawan.



Tentu, Yudhoyono tak bisa dengan gampang bilang, “Saya siap tidak populer” seperti yang pernah diucapkannya pada 2005. Ia baru saja menang saat itu. Kini, ia harus jauh lebih berhati-hati atau hanya menjadi presiden selama satu periode.



Jika mau “aman,” seharusnya Yudhoyono menyambar opsi-opsi lain, yang tak akan menyebabkan dirinya dituding abai atas penderitaan rakyat. Opsi-opsi itu tersedia. Namun, ia menampik. Ia menggiring dirinya sendiri ke kancah bahaya. Logikanya, pasti ada kepentingan lebih besar yang tengah dia bela.



Bagaimana pun, Yudhoyono mungkin tak perlu terlalu cemas kehilangan banyak konstituen. Itu terjadi jika bantuan tunai langsung (BLT) plus yang digulirkan tepat sasaran. Seperti diketahui, BLT plus akan berupa kucurang duit tunai ditambah bahan pangan yang di antaranya minyak goreng dan gula pasir.



Hanya keledai yang terjungkal dua kali di lubang yang sama. Pada 2005, pemerintah menggulirkan program BLT. Sayangnya, penyaluran BLT sebagai kompensasi pemotongan subsidi BBM hanya mencapai 54,96 persen. Ini pengakuan pihak pemerintah sendiri. Sisanya keliru alamat.



Kini, mestinya sebab-sebab yang membuat program itu tak bisa mendekati 100 persen keberhasilan sudah diidentifikasi. Yudhoyono dikelilingi orang-orang pintar yang seyogyanya sanggup memetik pelajaran dari kasus BLT terdahulu.



Akhir kata, persoalan BBM sangat dekat dengan gonjang-ganjing perebutan kursi RI 1. Yudhoyono pun amat menyadarinya. Barangkali termasuk jika keputusan sekarang membuatnya harus mengemas koper dan tak lagi berkantor di Istana. Yang pasti, ia telah tercatat: berani mengambil risiko demi kepentingan lebih besar dan mendasar.

No comments: